POSPUBLIKNEWS.COM
BEKASI SELATAN - Gerakan donasi seribu per hari yang digulirkan oleh Gubernur Jawa Barat mendapat respon beragam. Aktivis Sosial Kemanusiaan di Bekasi Frits Saikat mempertanyakan jaminan terhadap tata kelola dan transparansinya, termasuk kewajiban pemerintah mensejahterakan masyarakat sesuai amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Gerakan yang diberi nama Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) tertuang dalam surat edaran nomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025. Surat edaran tersebut bertujuan mendorong agar seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelajar hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) berdonasi Rp1.000 setiap hari.
Gerakan donasi tersebut secara spesifik bertujuan untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial serta memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala anggaran dan akses. Menjawab kebutuhan masyarakat yang sifatnya darurat dan mendesak dalam skala terbatas, khususnya pendidikan dan kesehatan.
Prinsip pelaksanaannya dari, oleh, dan untuk masyarakat, didasarkan pada semangat gotong royong dan serta kearifan lokal Silih asah, Silih asih, dan Silih asuh. Donasi dikumpulkan melalui rekening khusus bank BJB, transparansi penggunaan dana akan disampaikan kepada publik melalui aplikasi sapa warga hingga media sosial instansi atau unsur masyarakat, semua itu kan Teori Surganya begitu. Ucap Frits Saikat
Aktivis sosial kemanusiaan Frits Saikat. Ia mengaku tidak keberatan dengan dengan ajakan Gubernur Jawa Barat tersebut, "Tapi kita harus realistis harus ada kajian mendalam, siapa yang memberi dan siapa yang menerima, harus jelas, jangan sampai ini bukan menjadi solusi baru, namun jadi ladang korupsi baru" ungkapnya.
Sisi lain, ia menyinggung tanggungjawab pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945, tepatnya pada pasal 34 ayat (1) dimana fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggungjawab negara untuk dipelihara dan dipenuhi kebutuhan dasarnya, UUD 1945 menjamin pendidikan melalui Pasal 31 dan kesehatan melalui Pasal 28H ayat (1), yang menyatakan setiap warga negara berhak atas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Pasal-pasal ini mengamanatkan negara untuk membiayai pendidikan dasar, menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, dan menyediakan pelayanan kesehatan.
Dalam UUD 1945 sampai saat ini saya belum ketemu pasal yang meminta masyarakat untuk patungan seperti program yang saat ini digaungkan oleh Gubernur Jawa Barat
Seharusnya tanggung jawab tersebut kata dia, diwujudkan lewat berbagai program dan layanan sosial pemerintah. Seperti pemberian kebutuhan dasar sandang, pangan, akses kesehatan, pendidikan, hingga pemberdayaan dan pengembangan agar masyarakat mampu hidup mandiri.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut, pemerintah mengelola dana yang yang bersumber dari pajak.
"Dan bukan mengolektif sumber dana baru dari masyarakat selain pajak," katanya.
Pengelolaan dana hasil donasi tersebut menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah. Pasalnya, pengelolaan dana APBD yang telah memiliki aturan jelas sumber dan peruntukannya belum berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh masyarakat, contoh banyaknya isu kebocoran yang masih sering terdengar.
"Artinya tanpa komitmen,, transparansi, dan aturan yang jelas, kedepan ini akan menjadi polemik baru di tengah masyarakat," tukasnya.
Ia mengungkap sumber dana lain yang bisa digunakan untuk memperkuat keuangan pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar, yakni Corporate Social Responsibility (CSR). Namun, ia menyayangkan di Kota Bekasi hingga saat ini saha tidak ada kejelasan pengelolaan dana CSR tersebut. Pemerintah harus belajar dari kesalahan dan evaluasi kasus.(Red)